BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 04 November 2010

TIPE LELAKI DILIHAT DARI CARA PIPISNYA..

- Lelaki Tukang Nyontek: Kalo pipis di toilet umum, suka liatin punya tetangga sebelahnya.
- Lelaki Pelit: Kalau buang air besar di WC Umum, ngakunya pipis (biar bayar murah).
- Lelaki Pemalu: Jika merasa dilihat atau dilirik orang lain, pipisnya tidak keluar, tapi pura-pura menyiram, keluar, lalu kembali lagi kemudian.
- Lelaki Malu-maluin: Pipis di celana.
- Lelaki Efisien: Meskipun sudah waktunya pipis, tapi ditahan dulu sampai kebelet buang air besar, baru kemudian melakukan keduanya dalam satu waktu yang sama.
- Lelaki Pemabuk: Jempol kiri dipegang dengan tangan kanan, lalu pipis di celana.
- Lelaki Palsu: Pipis di toilet cewek !
- Lelaki Edan: Makai celana yang abis dipipisin.
- Lelaki Saraf: Pakai celana yang habis dipipisin, tapi dicium dulu, kali-kali aja baunya sudah jadi bau.
- Lelaki Kreatif: Kalau pipis kakinya diangkat satu…
- Lelaki Irit: Kagak pernah pipis seumur-umur. -Lelaki Nekad: Suka “mipisin” isteri tetangga.
- Lelaki Funky: Pipis di tempat umum.
- Lelaki Sial: Maunya pipis air, yang keluar malah batu.
- Lelaki Enjoy: Pipis sambil merem-melek.
- Lelaki Hemat Waktu: Cuma buka resleting, dikeluarin, terus langsung pipis.
- Lelaki Moody: Biasa pake pampers… hehehe…
- Lelaki Kurang Ajar: Lagi pipis… eh kentut… pura-pura cuek lagi!
- Lelaki Buta Huruf: Di urinoir sudah ada tulisan “RUSAK” … eh… masih dipipisin juga.
- Lelaki Turunan Kucing: Nggak bisa liat barang baru, diendus-endus, terus dipipisin.
- Lelaki Sabar: Nungguin air cebok gak keluar-keluar, manteeeng aja di urinoir.
- Lelaki Hip-hop: Pipis sambil kejang-kejang breakdance.
- Lelaki Pembenci: Sesudah pipis trus ngeludahin pipisnya.
- Lelaki Ramah: Ngajak ngobrol sambil pipis, sampe temennya nggak bisa pipis.
- Lelaki Percaya Diri: Habis pipis, anunya dibawa jalan-jalan ke wastafel, trus cebok di wastafel.
- Lelaki Pelupa: Sudah pipis, keluar toilet, buru- buru balik lagi, karena masih pingin pipis beberapa tetes lagi.
- Lelaki Dermawan: Pipis di WC Umum, pipisnya nggak keluar, tapi tetep bayar.
- Lelaki Gaya: Pipisnya sambil tangan yang satu tolak pinggang.
- Lelaki Arogan: Pipisnya sambil tangan dua-duanya tolak pinggang.
- Lelaki Komunikatif: Pipis sambil ketik SMS.
- Lelaki Sibuk: Selalu nunggu sampe kebelet bangeeet…, terus terbirit-birit ke toilet.
- Lelaki Belum Dewasa: Pipisnya belum bisa lempeng.
- Lelaki Romantis: Pipisnya sambil mendesah ahh…
- Lelaki enggak ada kerjaan: Pipis sambil baca email.
- Lelaki Cuek: Abis pipis, risleting nggak ditutup, celana nggak di kancing.
- Lelaki Cool: Pipis di kulkas.
- Lelaki Licik: Pipis di dalam kolam renang.
- Lelaki Berani: Pipisin kolam renang Dr atas pinggir kolam.
- Lelaki Hangat: Pipis deket kompor.
- Lelaki Buaya: Pipis sambil tengkurep.
- Lelaki Hati-hati: Pipisnya dikeluarin pelan-pelan (takut bunyi).
- Lelaki Sia-sia: Pas kebelet pipis, buru-buru lari ke toilet, belum sempet buka celana udah pipis di celana duluan
- Lelaki Percaya Diri: Kalo pipis kepalanya tegak, sambil liat ke depan.
- Lelaki Penghibur: Kalo pipis sambil bersiul ato menyanyi.
- Lelaki Ilmuwan: Tiap kali pipis, sebagian pipisnya selalu disisihkan sbg sampel utk diteliti.
- Lelaki Sensitif: Baru minum sedikit udah kebelet pipis.
- Lelaki Sial: Lagi pipis, kepingin kentut yang keluar BAB…
- Lelaki Boros: Minum sedikit, pipisnya banyak. -Lelaki Bisnis: Pipisnya bisa dijual.
- Lelaki Hobi Berkebun: Pipisnya di kebun, biar subur katanya.
- Lelaki Petualang: Pipis pagi di bogor, pipis siang di Jakarta, pipis malam di Bandung.
- Lelaki Pemimpi: Mimpi pingin pipis, dan dikeluarin di tempat tidur.


Jadi anda termasuk type pria yg mana …. ???

Rabu, 03 November 2010

PROSEDUR PENYELESAIAN PHK


Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 tentang perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan hubungan kerja dalam suatu perusahaan.
Adapun prosedur untuk Pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut :
(1) Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja/buruh dengan ketentuan skorsing telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal pengusaha melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengusaha wajib membayar upah selama skorsing paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja/buruh.
(3) Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri.
(4) Pemberian upah selama skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.
(5) Setelah masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir, maka pengusaha tidak berkewajiban membayar upah, kecuali ditetapkan lain oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
Pasal 17A Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menyatakan :
(1) Dalam hal pengusaha mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka selama ijin pemutusan hubungan kerja belum diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pekerja/buruh harus tetap melakukan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah pekerja/buruh selama proses 100% (seratus perseratus).
(2) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan ijin, pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan pemutusan hubungan kerja tersebut menjadi perselisihan, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja/buruh selama proses dibayar 100% (seratus perseratus).
Dalam Pasal 18-nya, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menegaskan :
(1) Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
a.     penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha; atau
b.     memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan negara; atau
c. mabok, minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d.     melakukan perbuatan asuslia atau melakukan perjudian di tempat kerja; atau
e.    menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan perusahaan; atau
f.     menganiaya, mengancam secara physik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau
g.     membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk metakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau
h.     dengan ceroboh atau sengaja merusak, merugikan atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik pengusaha; atau
i.     dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan diri atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; atau
j.     membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; dan
k.     hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja/buruh dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
(3) Terhadap kesalahan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakah skorsing sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panida Pusat dengan ketentuan skorsing tersebut telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tetapi berhak atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 B.
(5) Pekerja/buruh yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.


B. Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.

1. Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit

Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
a. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
b. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: (i)Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, (ii) perselisihan kepentingan dan (iii) perselisihan antar serikat pekerja.

4. Kasasi (Mahkamah Agung)

Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.

Selasa, 02 November 2010

PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 tentang perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan hubungan kerja dalam suatu perusahaan.
Adapun prosedur untuk Pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut :
(1) Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja/buruh dengan ketentuan skorsing telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal pengusaha melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengusaha wajib membayar upah selama skorsing paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja/buruh.
(3) Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri.
(4) Pemberian upah selama skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.
(5) Setelah masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir, maka pengusaha tidak berkewajiban membayar upah, kecuali ditetapkan lain oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
Pasal 17A Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menyatakan :
(1) Dalam hal pengusaha mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka selama ijin pemutusan hubungan kerja belum diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pekerja/buruh harus tetap melakukan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah pekerja/buruh selama proses 100% (seratus perseratus).
(2) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan ijin, pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan pemutusan hubungan kerja tersebut menjadi perselisihan, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja/buruh selama proses dibayar 100% (seratus perseratus).
Dalam Pasal 18-nya, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menegaskan :
(1) Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
a.     penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha; atau
b.     memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan negara; atau
c. mabok, minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d.     melakukan perbuatan asuslia atau melakukan perjudian di tempat kerja; atau
e.    menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan perusahaan; atau
f.     menganiaya, mengancam secara physik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau
g.     membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk metakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau
h.     dengan ceroboh atau sengaja merusak, merugikan atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik pengusaha; atau
i.     dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan diri atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; atau
j.     membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; dan
k.     hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja/buruh dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
(3) Terhadap kesalahan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakah skorsing sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panida Pusat dengan ketentuan skorsing tersebut telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tetapi berhak atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 B.
(5) Pekerja/buruh yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.